Resensi Buku: Salah Piknik oleh Joko Pinurbo

By Zeezee - September 08, 2023



Judul: Salah Piknik

Penulis: Joko Pinurbo

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 82 hlm.

Harga: Rp88.000

Terbit: 2021


Pandemi panjang yang kita lalui menjadi ide terbesar Joko Pinurbo di buku puisi Salah Piknik. Buku puisi ini tipis saja, tapi membacanya bisa membuatmu merasakan banyak hal. Teringat sulitnya masa-masa pandemi, mereka yang pergi untuk selamanya, pekerjaan yang hilang, atau gaya hidup yang berubah.


Masih dengan gaya khas Joko Pinurbo, kita bisa melihat pandangan lain dari hal-hal yang sudah umum saat ini. Beberapa puisi ada yang membuat sedih. Ada juga yang terasa diisi dengan sindiran dan kritik.


Beberapa puisi yang akan membuat tersenyum atau tertawa, misalnya saja “Curhat Kepada Ibu”, “Pengejaran”, dan “Kaki Meja”. Puisi “Lorong”, “Salah Piknik”, dan “Sapardi” adalah sedikit contoh dari puisi yang membuatku merasa sedih. 


Aku juga bisa merasakan nada kritik dalam puisi-puisi berikut ini, “Di Lapak Buku Bajakan”, “Pemilu”, “Rumah Rakyat”, “Jembatan Goyang”, dan “Punggung Ibu”.


Puisi “Lorong” berbicara tentang dokter dan perjuangannya di masa pandemi yang terasa sangat mengharukan.


“Ketika pasiennya berkata “Dokter, jaga kesehatanmu, banyak yang titip nyawa di tubuhmu”, ia hening sejenak,....”  (“Lorong”, hlm. 23)


Membacanya saja membuat kita teringat perjuangan selama masa pandemi. Tim medis yang meski lelah, tak bisa berhenti dan orang-orang yang terus bepergian ke alam lain setiap harinya.

Yang menarik, Joko Pinurbo menggunakan nama Chairil dalam puisi ini dan tentu saja aku langsung teringat Chairil Anwar. Dalam puisi ini juga disebut Subagio Sastrowardoyo dan buku puisinya Dan Kematian Makin Akrab.


Chairil dan puisinya juga muncul dalam puisi “Curhat Kepada Ibu”.


“Bu, kata Chairil, hidup ini hanya menunda kekalahan.

Ngeri sekali ya, Bu.” (“Curhat Kepada Ibu”, hlm. 44)


Puisi yang membuat sedih berikutnya dan sulit dilupakan adalah puisi “Sapardi”. Berbicara tentang kepulangan penyair ternama Indonesia Sapardi Djoko Damono yang terjadi juga di masa pandemi.


“Ia pulang.

Ia pulang.

Ia sudah pulang.”

(“Sapardi”, hlm. 66)


Ada puisi yang terasa menyindir, tapi di saat yang sama juga bisa membuatmu tertawa. Puisi “Pemilu” misalnya. Kalau dipikir-pikir, pemilu itu memang hanya diisi dengan orang-orang yang terus bicara dan saking banyaknya hingga terasa tidak bermakna.


“Jika saya terpilih, blablabla.

Jika saya mendapat amanah, blablabla.”

(“Pemilu”, hlm. 52)


Selain berbicara tentang pandemi dan kritik sosial, Salah Piknik juga berisi puisi yang menggambarkan keadaan masyarakat saat ini yang tak bisa jauh dari ponselnya, media sosial, dan gaya hidup kekinian.


“Hujan di Atas Instagram”, “Dari Mata ke Mata”, dan “Siti Rezeki” adalah contohnya. Sementara “Juminar” akan membuat kita teringat bagaimana orang-orang bekerja dan bertemu secara virtual saat pandemi. “Juminar” adalah potret perubahan dan kebiasaan baru yang terjadi selama pandemi.


Kata kunci lain yang ditemukan ialah kursi. Ada empat puisi dengan judul kursi, yakni “Kursi Tunggu”, “Kursi Pangku”, “Menghadap Kursi”, dan “Tamu Kursi”. Mustahil tidak menyadari ini karena posisi tiga dari empat puisi tersebut berdekatan.


Salah Piknik memiliki total 40 puisi. Selain yang sudah disebutkan, ada banyak puisi lain yang tak kalah menarik dalam buku ini . Walau 40 puisi terasa banyak, membacanya sama sekali tidak membutuhkan waktu lama. Buku ini juga dihiasi dengan ilustrasi-ilustrasi cantik berwarna di sela-sela halamannya. 


Aku selalu suka puisi-puisi Joko Pinurbo dan yang ini pun terasa sangat menyenangkan untuk dibaca. Nah, kalau kamu butuh teman baca di perjalanan atau di rumah, buku puisi ini bisa menjadi pilihan untuk mengisi waktu. Tidak berat dibawa dan diisi dengan permainan kata yang ciamik, yang pasti akan sangat menghibur!


Selamat membaca dan sampai jumpa di buku berikutnya! (Z)



foto: gramedia

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar