Judul: Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi
Penulis: Theoresia Rumthe & Weslly Johannes
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 120 hlm.
Harga: Rp50.000
Terbit: 2021
Setelah Le Petit Prince, buku puisi ini adalah buku kedua yang kutamatkan di tahun ini. Sedikit tebal dibandingkan beberapa buku puisi lainnya–walau memang ada buku puisi yang cukup tebal.
Buku puisi ini ditulis oleh dua orang, yakni Theoresia Rumthe & Weslly Johannes. Puisi mereka hadir bergantian, seolah-olah sedang saling membalas. Oleh sebab itu juga, seperti judulnya, terasa benar mereka sedang melakukan sebuah “percakapan”.
Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi memiliki tema besar seputar kepergian, kematian, dan kepulangan. Ada tema-tema lain yang diangkat, seperti kerinduan pada ibu atau anggota keluarga lainnya, pada kampung halaman, perantauan, penantian, dan berhubung puisi-puisi ini dibuat dari tahun 2019 hingga 2020, kita akan menemukan juga puisi dengan tema pandemi yang terjadi.
Ketika di bagian pandemi ini, puisi terasa begitu dekat. Barangkali karena kita semua mengalami dan tahu apa yang terjadi. Masih seputar tema puisi, menurutku di beberapa puisi–atau hampir semuanya–terasa seperti ada satu atau dua kata kunci yang digunakan oleh kedua penyair saat membuat puisi.
Misalnya, beberapa puisi di awal bicara tentang upacara kematian dan kematian itu sendiri. Sebut saja, “Pada Kuil”, “Menunggu Usai Usia”, “Kita Lalai Mengakui”, “Kawan”, “Seperti Menunggu Giliran”, atau “Indah Semua yang Kelak Pergi”.
Beberapa puisi juga menyorot aksi demonstrasi dan korban yang mungkin berjatuhan, seperti “Dor!” dan “Pulang ke Rumah”. Puisi dari Weslly Johannes yang berjudul “Dor!” hanya terdiri dari dua larik, tapi pesan dan rasa yang disampaikan bisa langsung kita pahami.
DOR!
pada satu letusan senapan
rasa percaya beterbangan.
(Weslly Johannes, hlm. 16)
Kasih sayang ibu dan kerinduan padanya juga salah satu tema yang bisa kamu temukan dalam buku puisi ini. “Sayang Ibu”, “Meneguk Kelopak Madu”, “Rentang Lengan Ibu”, “Dari Seberang Puisiku, Ibu Memanggil” adalah beberapa judul dengan tema tersebut.
Karena puisi dibuat bergantian dan tampaknya ada satu tema yang sama, beberapa puisi dimulai atau diakhiri lalu dimulai dengan kata yang sama. Karena lokasi puisi yang berdekatan, kamu pasti bisa menyadarinya dengan mudah.
Contohnya di puisi “Pulang Pergi” dan “Helai Bunga Edelweis” yang diawali kata “pulang dan pergi”.
pulang dan pergi berjumpa
dalam api yang menari
….
(Pulang-Pergi, Weslly Johannes, hlm. 25)
—
pulang dan pergi menanti
pada cangkir kopi kering
(Helai Bunga Edelweis, Theoresia Rumthe, hlm. 25)
Puisi “Apa yang Kulakukan Hari Ini” dan “Tertidur” juga dimulai dengan kata yang sama.
di hadapan almari,
sembari melipat dan menyusun pakaian,
….
(Apa yang Kulakukan Hari Ini, Weslly Johannes, hlm. 60)
—
di hadapan almari,
kudapati kecoak mati.
(Tertidur, Theoresia Rumthe, hlm. 61)
Contoh lainnya bisa dilihat di puisi “Ini Aku” dan “Terkunci di Belakang”.
ini aku, aku pulang.
pintu terbentang.
ekor anjing bergoyang.
(Ini Aku, Weslly Johannes, hlm. 90)
—
ini aku,
aku pulang,
pada ranting yang bergoyang.
(Terkunci di Belakang, Theoresia Rumthe, hlm. 91)
Sedikit berbeda dari contoh sebelumnya, puisi “Lumba-Lumba Biru” diakhiri larik yang sama dengan larik pertama di puisi “Setelah Penumpang Terakhir”.
….
adakah yang lebih nelangsa
daripada lumba-lumba sendirian
berenang ke tepian?
(Lumba-Lumba Biru, Theoresia Rumthe, hlm. 40)
—
adakah yang lebih nelangsa
daripada sepasang mata yang masih menanti
usai turun penumpang terakhir?
(Setelah Penumpang Terakhir, Weslly Johannes, hlm. 40)
Ada total 112 puisi dalam buku ini (jika aku tidak salah menghitung) dan banyak di antaranya yang kusukai. Dari semua puisi, “Indah Semua yang Kelak Pergi” dari Weslly Johannes adalah salah satu favoritku.
Puisi tersebut terasa langsung melekat sejak pertama aku membacanya. Puisi tersebut seindah judulnya. Aku yakin kalian yang membaca buku ini juga akan memiliki judul-judul puisi favorit kalian yang bisa sama atau berbeda denganku.
Tidak perlu khawatir tidak bisa mengerti puisi-puisi dalam buku ini. Karena menurutku, puisi dalam buku ini mudah untuk dinikmati. Barangkali ada beberapa yang sulit untuk dipahami, tapi tidak masalah. Setelah beberapa waktu, kita mungkin bisa memahaminya lebih baik.
Selain kata-kata indah, sampul buku ini juga sangat indah. Ilustrasi cantik yang membuat kamu tertarik untuk memperhatikannya satu per satu. Ketika membaca puisi dalam buku ini, sesekali aku pernah teringat dengan ilustrasi sampul. Apa mungkin ilustrasi dibuat berdasarkan puisi yang ada di dalamnya?
Aku menyelesaikan buku ini cukup cepat dan aku tidak akan bosan untuk membacanya kembali di masa yang akan datang. Ini juga buku puisi pertama dari Theoresia Rumthe & Weslly Johannes yang kubaca sekaligus yang membuat aku tertarik untuk membaca buku mereka yang lain.
Aku hanya berharap bisa menemukan buku puisi mereka ketika ingin membelinya. Karena kadang, pemilihan waktu pembelian tidak tepat. Saat ingin membeli, bukunya tidak ada ataupun sebaliknya.
Sampai aku membeli buku puisi terbaru dari mereka, buku puisi ini akan menjadi bacaan yang selalu menyenangkan! Kamu yang ingin membaca puisi, tapi tidak mau pusing-pusing, bisa mulai dengan buku ini, pasti tidak akan menyesal.
Selamat membaca dan sampai jumpa di buku berikutnya! (Z)
foto: gramedia