Judul: Cinta
di Dalam Gelas
Penulis:
Andrea Hirata
Penerbit:
Bentang Pustaka
Tebal: xx + 316
hal.
Harga: Rp79.000
Terbit:
November 2015 (Cetakan Kelima)
Kalau ditanya
siapa penulis Indonesia favorit kalian, nama siapa yang akan kalian sebut? Aku akan menjawab Andrea Hirata sebagai salah
satunya. Gaya bahasa yang dia punya merupakan salah satu yang terindah dan
tidak pernah membuatku bosan untuk membacanya.
Buku ini, Cinta di Dalam Gelas mengingatkanku
betapa aku sangat menikmati membaca karya Pak Cik ini. Cinta di Dalam Gelas merupakan buku kedua dari dwilogi Padang Bulan dan merupakan buku berseri
kedua dari Andrea Hirata yang kubaca setelah Laskar Pelangi.
Aku sudah
lama membeli buku ini, tapi baru bisa menyelesaikannya beberapa waktu yang lalu.
Ada yang menarik mengenai penyajian cerita dwilogi ini. Di awal terbit, dwilogi
Padang Bulan dicetak dalam satu buku
dengan dua sampul berbeda di kedua sisinya.
Namun, saat
aku membeli Padang Bulan, kedua seri
ini sudah terpisah. Aku membaca seri pertama dan kedua dengan selang waktu yang
cukup lama. Meski begitu, aku rasa kalian tidak akan menemukan kendala walaupun
tidak membaca seri ini secara berurutan.
Kalian akan
tetap bisa menikmati cerita yang disuguhkan. Cinta di Dalam Gelas berfokus pada kisah Maryamah atau yang dipanggil
juga dengan Enong. Kisah Maryamah sudah dimulai di Padang Bulan, bahkan seingatku sudah diperkenalkan juga di Maryamah Karpov.
Di samping
cerita Maryamah, kamu juga akan menemukan kisah mengenai Ikal dan lika-liku
pekerjaannya di warung kopi, kopi dan para peminumnya, kehidupan orang melayu, serta
catur. Catur memiliki bagian penting dalam novel ini karena dengan caturlah Maryamah
akan mendobrak tradisi, melawan mantan suaminya, dan sekali lagi menguasai hal
yang tampaknya tak mungkin untuk dia.
Maryamah bisa
dibilang karakter yang sangat inspiratif. Kehidupannya berat sejak kecil.
Ayahnya meninggal dan karenya dia putus sekolah. Sebagai anak tertua, Maryamah kemudian
bekerja mendulang timah untuk membiayai keluarganya. Saat dewasa, adik-adiknya
menikah, meninggalkan dia dan ibunya seorang.
Karena tak
ingin membuat ibunya mengkhawatirkan dirinya, Maryamah kemudian menikah dengan
Matarom. Sayangnya, Matarom bukanlah lelaki baik. Mereka pun akhirnya berpisah.
Walau
ditimpa banyak kesusahan, Maryamah memiliki jiwa yang tangguh. Setelah sekian
tahun dia putus sekolah, Maryamah belajar Bahasa Inggris dan lulus sebagai
siswa terbaik. Dengan catur pun, dia melakukan hal yang nyaris tidak mungkin.
Mempelajarinya dari nol, melawan para pria, dan menghadapi ketakutannya
sendiri.
Ide melawan
Matarom dalam Kejuaraan Catur 17 Agustus datang begitu saja ketika Maryamah,
Ikal, Selamot, dan Giok Nio berkumpul. Ide gila itu terlintas sedetik, tapi
keyakinan Maryamah tak tergoyahkan walau banyak orang meragukannya.
Catur
sendiri ternyata memiliki tempat tersendiri di kampung tersebut. Ada tradisi
yang sudah berlangsung lama bahwa catur hanya dimainkan oleh lelaki. Kejuaran
catur pun hanya diikuti dan dimenangkan oleh lelaki. Tak pernah ada perempuan
yang memainkannya, apalagi berkompetisi dengan para lelaki. Maryamah kini
datang membawa sebuah ide perubahan. Terbayang bukan, bagaimana kegaduhan yang
diciptakan karenanya?
Membaca kisah
ini seperti melihat realita yang sering kita hadapi, betul tidak? Untungnya,
isu ini tidak menjadi terlalu berat untuk dicerna. Tetap ada humor yang
disajikan dan menjadikan Cinta di Dalam
Gelas lebih berkesan.
Kisah Ikal
dengan Pamannya, daftar pelajaran moral, sakit gila yang terus bertambah (yang
menjadi khas Andrea Hirata) cukup untuk membuat aku tertawa. Tidak hanya itu,
ada banyak tokoh lain dalam buku dengan sifat dan karakter unik mereka,
menjadikan cerita terasa lebih dekat dengan kehidupan kita.
Walau
mungkin tokoh-tokoh ini fiktif, bagaimana Andrea menyajikan cerita ini terasa
sangat nyata. Tokoh-tokoh ini pun bukan hanya sebagai pelengkap, mereka memiliki
kisah mereka sendiri yang siap diceritakan, unik, tidak mudah dilupakan.
Kutipan Buku
Aku ingin
mengutip sedikit bagian dari buku ini yang kusukai dan menurutku sangat bagus.
“”Beri aku
pelajaran yang paling sulit sekalipun, Boi. Aku akan belajar.””
“Darinya,
aku mengambil filosofi bahwa belajar adalah sikap berani menantang segala
ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri
manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh
seseorang yang bukan penakut.”
Foto: mizanstore