Resensi Buku: Kemarau oleh A.A. Navis

By Zeezee - Juni 30, 2022


Judul: Kemarau 

Penulis: A.A. Navis

Penerbit: PT Grasindo

Tebal: 178 hal.

Harga: Rp59.000

Terbit: 2018


Kemarau merupakan novel yang terbit pertama kali pada tahun 1957. Enam puluh lima tahun yang lalu! Meski dibuat sudah cukup lama, cerita dalam buku ini anehnya masih sangat relevan dengan kehidupan kita di masa sekarang. Masalah sosial seperti dalam buku ini masih bisa kita temui dan manusia dulu ataupun sekarang seolah tidak banyak perbedaan.


Sesuai dengan judulnya, novel ini bercerita tentang satu musim di suatu kampung, yakni kemarau dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Musim kemarau tiba dan sawah-sawah pun mengering. Masyarakat setempat melakukan banyak hal agar hujan turun.


Mereka pergi ke dukun. Mereka juga mengadakan ratib dan sembahyang kaul meminta hujan. Setelah semua usaha rasanya sudah dilakukan dan tak juga membuahkan hasil, mereka akhirnya mengabaikan perkara hujan. Hujan turun atau tidak, mereka tidak peduli lagi.


Hanya ada satu orang di kampung itu yang berbuat berbeda. Namanya, Sutan Duano. Dia tidak kehabisan akal saat kemarau panjang melanda. Dia mengambil langkah nyata yang diperlukan agar sawah bisa tetap terairi. Langkah nyata yang diabaikan oleh warga kampung.


Warga kampung sebenarnya diajak oleh Sutan Duano, tetapi mereka menolak. Dalam perjalanan cerita, warga melihat bagaimana usaha tersebut membuahkan hasil, tapi mereka cukup malu untuk menarik perkataan atau mengubah keputusan. 


Musim kemarau ini menunjukkan sifat dan sikap masyarakat setempat sekaligus menunjukkan semangat Sutan Duano untuk mengajarkan cara hidup yang menurut dia benar pada warga kampung.


Sutan Duano adalah orang yang cukup disegani di kampung tersebut. Dia adalah seorang pendatang yang tidak diketahui asal usul dan sejarah hidupnya, tapi orang kampung setuju dia orang yang baik. Seiring berjalannya waktu, Sutan Duano pun bisa memiliki kehidupan yang layak dan menjadi salah satu orang penting di sana.


Namun, seseorang yang misterius pasti memiliki rahasia gelap yang disimpan. Begitu pun dengan Sutan Duano. Ada sejarah hidup yang kelam yang membuatnya memilih hidup di kampung tersebut dan berusaha sekuat tenaga menjadi orang baik. 


Apakah dia berhasil? Atau masihkah ada dosa yang harus dibayar? Di bagian akhir, kamu akan mendapatkan sebuah kejutan dan kejutan lain di bagian penutup.


Cara warga kampung menyikapi musim kemarau ini terasa familiar dengan kita menyikapi masalah hidup lainnya. Barangkali tidak semua orang, tetapi bukankah ada di antara kita yang berusaha secukupnya lalu menyerah begitu saja? 


Warga kampung sebenarnya tidak terlalu kecewa seandainya gagal panen karena dari awal mereka tidak berharap terlalu banyak. Namun, melihat mereka lebih memilih mengabaikan sawah daripada mengikuti saran Sutan Duano terasa begitu disayangkan. Mereka seolah kalah sebelum berperang.


Pentingnya kerja keras ini seolah ingin ditekankan oleh penulis melalui Sutan Duano. Bagaimanapun penolakan yang dihadapi Sutan Duano, dia tidak gentar. Dia tetap menjalani gagasannya sendiri. 


Buku ini tidak hanya menyorot tentang pentingnya kerja keras, tapi juga mengangkat masalah sosial lain di masyarakat. Misalnya, bagaimana hubungan sesama dengan tetangga, proses hijrah, atau bagaimana di masyarakat yang religius pun masih banyak praktik mistis yang dilakukan.


Menurutku ini buku klasik yang sangat layak untuk dibaca kapan pun. Aku menikmati secara keseluruhan buku ini. Isu yang diangkat sangat dekat dengan kehidupan di sekitar kita, cara penyampaiannya pun lugas dan menyenangkan untuk dibaca. Selain itu, melalui sindiran-sindiran halus dalam buku ini, ada pesan-pesan baik yang bisa kita pelajari.


Bukunya sendiri tidak terlalu tebal dan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Buku ini merupakan salah satu harta dalam dunia perbukuan Indonesia. Salah satu karya yang tidak boleh kamu lewatkan!


Sekian. (Z)



foto: gramedia

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar