Resensi Buku: Ibu Tercinta (Please Look After Mom)

By Zeezee - Januari 31, 2014


Judul: Ibu Tercinta (Please Look After Mom) 
Penulis: Kyung Sook Shin 
Terbit: September 2011 
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 
Tebal: 296 halaman 
Harga: Rp58.000,-



Apa yang akan Anda rasakan jika ibu Anda yang renta hilang entah ke mana? Sedih? Frustrasi? Marah? Segala rasa mungkin akan berkecamuk dalam dada karena sosok seorang ibu tak tergantikan oleh apa pun. Rasanya juga akan sangat menyakitkan karena ibu Anda pergi tanpa pernah mengucapkan kata perpisahan.

Semua kesan dan rasa tersebut tergambar jelas dalam buku ini,
Ibu Tercinta (Please Look After Mom). Sebuah novel terjemahan dari Negeri Ginseng yang sanggup menggetarkan hati para pembacanya dan mungkin membuat kita sadar betapa kasih ibu mahaluas.

Kisah ini bermula dengan berangkatnya sepasang suami istri paruh baya ke Seoul menggunakan kereta bawah tanah untuk menemui anak-anak mereka yang telah tumbuh dewasa. Sang suami menaiki kereta dan telah melewati beberapa stasiun, tetapi sedetik kemudian dia menyadari sang istri tidak ada bersamanya.


Seminggu berlalu dan tak ada kabar, suami serta anak-anak wanita itu memutuskan untuk mencarinya sendiri. Anak-anaknya mulai mengikuti petunjuk yang ada dan mendatangi tempat-tempat yang terlintas dalam benak mereka. Mereka melapor pada polisi, menyebarkan selebaran, juga memberi imbalan bagi yang menemukannya.

Dalam pencarian dan kesendirian, suami dan anak-anak wanita itu mulai mengenang kembali hari-hari yang telah berlalu bersama sosok yang dianggap ibu atau istri dalam keluarga tersebut. Hal-hal kecil yang dulu mungkin terlewat dalam ingatan, kembali dan menyergap mereka dalam rasa rindu. Penyesalan dan rasa bersalah untuk semua yang telah dan belum dilakukan mulai menghantui mereka.

Anak-anaknya mulai mengenang perjuangan dan pengorbanan ibu mereka, cinta dan juga perhatiannya. Suaminya mulai mengingat sosok seperti apa wanita yang ia nikahi 50 tahun lalu. Betapa tidak perhatiannya ia terhadap istrinya selama ini. Betapa dia tidak mengenal sosok sang istri yang sebenarnya.

Cerita dalam novel ini disampaikan dengan alur maju mundur (campuran) dan sudut pandang orang kedua, yaitu kau. Butuh waktu untuk dapat memahami jalan cerita karena setiap bab menghadirkan sudut pandang dari tokoh yang berbeda. Meski begitu, Anda tak akan menyesal membaca hingga akhir.

Setiap kenangan yang ada ditulis secara apik dan membangkitkan aroma kehilangan pada pembaca. Rangkaian kata-katanya yang terasa padat (cerita yang bergulir minim dialog dan lebih banyak narasi) mampu menyajikan gambaran yang detail tentang jalan cerita.

Rasa ingin tahu pembaca dibangkitkan dengan pencarian-pencarian terhadap tokoh ibu dalam cerita tersebut yang tak berujung. Meskipun begitu, hingga akhir cerita masih ada pertanyaan yang tertinggal, apa sebenarnya warna sandal yang sang ibu gunakan hari itu saat berpisah dengan suami?

Cerita yang bergulir menjadi terasa berimbang dan tidak datar dengan diungkapnya rahasia sang ibu/istri yang tidak diketahui orang lain. Pencarian yang tak berujung pun seolah menjadi akhir dari nasib ibu/istri tersebut. Penulis membuat pembaca menyimpulkan sendiri apa yang terjadi pada sang ibu dan akhir dari tokoh tersebut. Sekalipun pembaca sudah dapat menebaknya, tetap mengejutkan saat tiba di bagian akhir apalagi dengan rahasia yang diungkapkan.

Novel ini secara keseluruhan meninggalkan kesan yang sangat mendalam, barangkali karena tema yang dipilih penulis. Bagaimanapun kita sepakat, Ibu adalah wanita mulia yang tempatnya begitu istimewa dan rasa sedih karena kehilangannya dapat dibayangkan sebagai kesedihan yang sangat pahit.

Novel ini menghadirkan perasaan itu, rasa sedih dan putus asanya kehilangan seorang ibu/istri dalam sebuah keluarga. Begitu banyak hal yang disesali saat sesuatu atau seseorang itu pergi tanpa kata perpisahan. Saat perpisahan itu terjadi, tak ada yang bisa diperbaiki dan waktu tak mungkin berjalan mundur.

Mungkin itulah pesan novel ini, jangan sia-siakan waktu yang kita miliki dan kenalilah setiap orang yang kita sayangi sebaik mungkin. Apalagi jika itu ibu kita sendiri. Cintai dan genggam tangannya selagi kita masih memiliki waktu.

Terakhir, sampul buku ini cukup bagus, sederhana, elegan, dan entah bagaimana menghadirkan rasa sedih dengan warna hijau daun nan lembut tersebut, seolah pembaca tahu cerita ini akan menguras air mata. (Z)



Foto: gpu

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar