Kicauan: Membangun Kembali Reruntuhan

By Zeezee - September 15, 2021


 

Pagi tenang. Semilir dingin. Kabut di langit. Hari-hari masih sama, diri pun belum banyak berubah. Kesadaran sering kali datang terlambat. Sesuatu yang sudah kita lihat dan pahami, tapi tak cukup untuk membuat diri mengerti makna sesungguhnya.

Semua hanya sebatas permukaan. Menjalani hari-hari, menambah usia tiap hari berganti. Tanpa terasa, kita memenuhi diri dengan segala tanya, masalah, harap, dan sesak. Tiap hari yang berlalu, masalah dan tanya baru, pada akhirnya akan mengantarkan diri pada sebuah pemahaman.

Seharusnya.

Sering kali diri tak sanggup memahami makna sejati di balik semua yang terjadi. Kita mengartikannya sebatas yang kita tahu. Lalu, suatu ketika, sesuatu terjadi, perlahan menusuk, kemudian meledak. Kesadaran perlahan menghampiri, seperti potongan puzzle yang terpasang satu per satu membentuk sebuah gambar utuh.

Kejadian lalu pun kembali, menambah daftar kesalahan dan penyesalan. Tersisa diri yang bertanya-tanya, bagaimana jika dulu begini atau bagaimana jika tidak begitu?

Seandainya.

Sebuah kata yang menakutkan, membawa angan-angan palsu, dan menambah dalam sesak dada. Sebuah kata yang sebanyak apa pun diucapkan, tidak akan ada yang berubah, hanya menyiksa diri. Bukankah diri ini kadang senang menyiksa dengan sesuatu yang tampak indah walaupun sebenarnya tidak? Mimpi palsu.

Tidakkah penyesalan ini akan datang di hari-hari usiamu bertambah? Atau setiap hari?

Namun, seperti halnya masalah dan rasa sesal yang bertambah. Hidup lebih lama seharusnya bisa mengajarkan kita menjadi seorang penerima yang handal. Menerima hidup sebagaimana adanya, menerima keadaan yang sering kali tidak sesuai dengan keinginan, menerima fakta bahwa diri bersalah, tidak bisa memperbaikinya, dan penuh kekurangan. Menerima kenyataan bahwa diri tidak menjadi seperti yang diimpikan.

Proses menerima selalu sulit dilakukan, tentu saja. Namun, jika berhasil melakukannya, akan membuat keadaan jauh lebih mudah. Seolah menelan pil pahit dan selesai. Menarik dan mengembuskan napas lalu usai.

Entah kapan proses belajar untuk menerima ini akan berakhir. Namun, pada suatu titik, diri akan merasa lelah meratapi keadaan, lelah merasa lemah, lelah menyesali lagi dan lagi. Ini adalah akhir sekaligus awal.

Mari akhiri semua sesal, relakan kesalahan yang terjadi. Mari memaafkan diri. Lalu berjanji untuk tak mengulanginya lagi di sepanjang sisa umur ini. Matahari yang sama masih akan terbit esok hari. Kita akan memiliki kesempatan baru. Diri akan terlahir kembali, menjadi pribadi yang lebih baik.

Ini adalah harapan dan proses baru untuk memulai kembali hidup yang lebih bermakna.

 

Photo by Ray Hennessy on Unsplash

 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar