Resensi Buku: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared
By Zeezee - Januari 10, 2017
Judul: The
100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared
Penulis: Jonas Jonasson
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 516 hlm.
Terbit: 2014
Penulis: Jonas Jonasson
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 516 hlm.
Terbit: 2014
[SPOILER ALERT]
The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and
Disappeared, judul yang cukup panjang, bukan? Hhe.
Buku Swedia karangan Jonas Jonasson ini bercerita mengenai Allan Karlsson dan
petualangannya. Awalnya, aku tertarik dengan judulnya yang sangat panjang,
setelah itu aku rasa sinopsis buku ini cukup menarik.
Saat membaca
sinopsis aku mengira setelah Allan memanjat keluar dari jendela kamarnya di
Rumah Lansia, dia akan kembali ke masa lalu dan memulai petualangannya dengan
sejumlah tokoh besar dunia. Namun, setelah membaca buku ini yang terjadi
bukanlah demikian. Allan Karlsson akan segera berulang tahun yang ke-100 dan
Rumah Lansia tempat dia tinggal sudah menyiapkan pesta dengan mengundang
Walikota serta media. Akan tetapi, Allan ternyata tak tertarik.
Dia di kamarnya
justru memiliki sebuah ide gila untuk pergi dari tempat tersebut dan begitu
saja, dia keluar melalui jendela kamarnya yang terletak di lantai dasar, tanpa
membawa barang apa pun hanya dompet berisi beberapa ratus krona. Dia berjalan
menuju terminal dan bertemu dengan Bolt, dari sanalah masalah dimulai.
Sementara itu, secara paralel penulis menceritakan mengenai kisah hidup Allan
yang telah berlangsung lama itu. Kisah Allan di masa muda dan ceritanya di masa
kini ditampilkan dalam bab secara bergantian.
Dalam seratus tahun
kehidupannya, Allan yang merupakan ahli peledak ini telah menjumpai banyak
orang, termasuk di dalamnya orang-orang terkenal sepanjang masa dan terlibat
dalam berbagai urusan penting dunia. Sebut saja, Jenderal Franco di Spanyol
lalu Presiden Amerika Serikat, Harry Truman.
Atas permintaan Harry
Truman pula Allan pergi ke daratan Tiongkok untuk membantu Chiang Kai-shek. Namun,
sebelum bantuan tersebut dilaksanakan, Allan sudah kehilangan minat. Dia
memutuskan pulang ke negaranya, melintasi Himalaya lalu terhenti saat mencapai
Iran. Pada akhirnya, dia bisa pulang. Namun, tidak lama setelahnya Allan
kembali pergi, kali ini Uni Soviet dan pemimpinnya kala itu, Stalin.
Pertemuan dengan
Stalin tidak berjalan mulus. Allan ditahan dan akhirnya diputus bersalah lalu ditempatkan
di kamp kerja paksa. Setelah lima tahun tiga minggu, Allan memutuskan untuk
pergi dari sana. Rencananya tersebut tentu saja melibatkan sebuah ledakan. Dia
berencana kabur ke Korea Selatan, tapi untuk sampai di sana, Allan tentu harus
menyeberangi Korea Utara terlebih dahulu.
Di Korea Utara, Allan
bertemu dengan Kim Il Sung dan Mao Tse-tung. Nyawanya mungkin tidak akan
selamat jika bukan karena bantuan yang dulu dia berikan (bukan dalam hal
ledakan). Berkat bantuan tersebut, para petinggi komunis itu mewujudkan
keinginan Allan untuk berlibur. Ke mana? Ke Bali. Di Bali, Indonesia, dia
berlibur selama lima belas tahun, sebelum akhirnya pergi ke Prancis dan dilanjutkan
ke Uni Soviet sebagai mata-mata Amerika Serikat.
Kisah tersebut
hanya dari perjalanan hidup Allan ketika muda hingga menjelang seratus tahun
dan tidak berhenti hingga di sana. Saat usianya seratus tahun dia menghadapi
petualangan baru. Bukan petualangan yang mengagumkan sebenarnya karena petualangan
ini melibatkan unsur kriminalitas. Namun, tentu saja jika dilihat dari sejarah
hidup dan usianya yang tak lagi muda, kejadian tersebut sudah cukup luar biasa.
Bolt yang ditemui
Allan di terminal membawa sebuah koper dan karena suatu hal dia tak punya
pilihan selain menitipkan koper tersebut pada Allan. Allan sebenarnya tak bisa
menunggu lama karena dia harus menaiki bus dan dia pun dalam pelarian. Bus
datang, Bolt belum kembali, akhirnya koper itu pun Allan bawa. Membawa koper
itu pun merupakan sebuah ide gila karena tindakan tersebut bisa dianggap
sebagai pencurian. Koper ini isinya bukan benda sembarangan dan karenaya Bolt
mati-matian mengejar Allan. Sementara Allan, dia hanya pergi tanpa tujuan. Dia
beruntung karena dalam perhentiannya ada yang mau menolong.
Kisah pelarian dan
koper ini berlanjut hingga melibatkan banyak orang dan bahkan menjadi konsumsi
media serta publik. Koper yang dicurinya pun membuat dia mengambil keputusan
yang melanggar aturan. Namun, karena koper itu juga, Allan bertemu teman-teman
baru yang akhirnya juga terlibat dalam urusan kriminal karena ikut bersamanya.
Meski Allan dan
teman-temannya melakukan tindakan kriminal, Allan sebenarnya bukan orang yang
sepenuhnya jahat (begitu pun dengan teman-temannya), tapi dia juga bukan orang
yang memiliki empati tinggi. Dia tidak peduli pada politik, termasuk juga—ini
menurutku—tidak peduli pada nasib orang-orang di sekitarnya. Selain itu, selama
seratus tahun hidupnya, setelah mengalami banyak perang dan masalah, Allan orang
yang sangat beruntung dan memiliki banyak naywa, hhe. Dia selalu selamat dan lolos
dari maut.
Allan juga tampaknya
bukan orang yang akan berpikiran panjang saat dihadapkan pada sesuatu,
karenanya dia bisa berakhir di Tiongkok atau Uni Soviet. Keputusan yang dia
ambil tersebut tidak selalu menguntungkan, tetapi menariknya karakter Allan
tidak diciptakan untuk berkeluh kesah. Dia selalu menerima apa pun yang
terjadi. Motonya, “Segala sesuatu berjalan
seperti adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi.” Karena itu pula,
menyeberangi Himalaya berbulan-bulan atau menderita di penjara, tidak membuat
dia ingin membalas dendam atau menuntut balas. Dia hanya menjalani semuanya.
Selain kisah yang
melibatkan sejarah, pelarian bersembunyi dari polisi, cerita ini juga menarik
karena setiap detail saling terkait dan tidak ada karakter yang terbuang
percuma. Cerita dalam buku ini juga terasa sangat padat dengan banyak karakter
dan kejadian yang dilihat dari beberapa sudut pandang karakter. Ada banyak
sindiran yang dihadirkan dengan cara jenaka dan tentunya akhir cerita yang
mengejutkan. Banyak karakter serta peristiwa dalam cerita ini yang juga ditampilkan
dengan cara komikal. Hanya ada satu kebingungan, sebenarnya Minggu, 9 Mei 2005
atau Senin, 9 Mei 2005? Kalau kalian baca, pasti paham, hhe.
Kisah hidup Allan
sewaktu muda yang tentunya terjadi di tahun-tahun lalu itu sedikit membosankan
buatku, tapi pada akhir cerita, bagian itu menjadi landasan yang penting dan
mengikat keseluruhan cerita. Terakhir, aku merasa sedikit terganggu karena
ringannya penyelesaian kasus kriminal yang dilakukan Allan dan kawan-kawan,
entah itu untuk tujuan menyindir atau sekadar menyajikan humor. Untung saja,
ini hanya cerita fiktif! (Z)
Foto: bentangpustaka
0 komentar