Judul: Rumah Kertas
Penulis: Carlos MarÍa DomÍnguez
Penerbit: Marjin Kiri
Tebal: vi + 76 hlm.
Harga: Rp36.000,-
Terbit: 2016
Pertama kali membuat resensi lagi
setelah cukup lama. Walaupun kebiasaan membaca buku tidak berhenti dilakukan,
menulis resensinya tampaknya membutuhkan waktu ekstra sekaligus keinginan yang
kuat. Jangan bayangkan tekad kuat bagai baja, keinginan kuat yang kumaksud
sesederhana menemukan bagus dan aku rasa orang lain perlu tahu.
Bukan berarti juga buku yang lain
tidak bagus, tapi sekali lagi waktu tidak selalu tersedia atau habis untuk hal
lain. Namun, buku ini membuatku merasa rindu untuk menulis resensi. Rumah Kertas karya Carlos MarÍa
DomÍnguez menawarkan cerita yang tidak biasa. Buku tentang para pecinta buku,
tipis saja, tapi sangat menakjubkan. Ada bagian di buku ini yang membuatku
berhenti dan berkata, “Wow” karena ada karakter segila itu.
Sinopsis singkat, Rumah Kertas bercerita mengenai sebuah
buku yang diterima oleh si “Aku” yang dialamatkan untuk teman sekantornya.
Teman sekantornya, Bluma Lennon sudah meninggal tanpa sempat menerima buku
tersebut. Buku itu menyimpan misteri, permukaannya dipenuhi oleh serpihan semen
kering dengan perangko Uruguay, tapi tanpa disertai alamat pengirim. Berawal
dari buku tersebut, dimulailah perjalanan mencari sang pengirim dan kamu akan
terkejut dengan kenyataan yang dihadirkan oleh penulis.
Aku benar-benar terkejut saat
mengetahui detail kisah sang pengirim dan aku rasa kebanyakan orang yang
membaca buku ini juga merasa begitu. Mungkin tidak pernah terlintas dalam benak
siapa pun ada kejadian seperti itu di di belahan dunia mana pun. Namun, kisah
yang dituliskan oleh penulis terasa sangat nyata. Di satu sisi, kamu tahu hal
ini hampir tidak mungkin, tapi di saat bersamaan kamu juga mengerti hal ini
mungkin terjadi untuk seseorang seperti tokoh dalam buku.
Aku tidak akan menyebutkan nama para
tokoh penting agar ketika kalian baca, rasa penasaran tersebut tetap ada.
Sejujurnya, aku merasa setiap satu fakta ditemukan, semakin misterius cerita
yang sesungguhnya. Hingga menjelang akhir cerita, pembaca akan menemukan
jawaban yang mencegangkan dan mengerti kenapa buku ini dinamai Rumah Kertas.
Satu lagi yang kusadari, entah
cinta atau sayang, berikan secukupnya terhadap apa pun termasuk pada buku.
Karena rasa cinta yang terlalu mendalam, benar-benar bisa membuat seseorang
melakukan hal yang gila.
Dari sisi lain, ini buku terbitan
Marjin Kiri kedua yang aku beli setelah buku Mahfud Ikhwan, Dawuk. Baik dari tampilan halaman, spasi
dan garis tepi, maupun kertas, membuatku nyaman membacanya. Selain itu, buku
ini cocok untuk siapa pun yang tidak punya banyak waktu membaca, tapi
menginginkan cerita berkualitas.
Secara pribadi, aku tidak
menyesal membeli buku ini. Aku bahkan masih ingin mendiskusikan kisah buku ini
dengan orang lain. Buku ini juga mengingatkanku pada buku Ernest Hemingway, The Old Man and The Sea, keduanya cerita yang terasa singkat, tapi meninggalkan
kesan yang cukup dalam.
Siapa pun yang ingin mencoba
bahan bacaan baru, bisa memilih buku ini dan siap-siap memasuki dunia pencinta
buku yang tidak biasa. Siapa pun yang merasa penggila buku setelah membaca kisah
ini akan mempertanyakan kembali panggilan tersebut.
Selamat membaca! (Z)
foto: marjinkiri
0 komentar